Sejarah Persija Jakarta: Kapan Persija Didirikan dan Bagaimana Macan Kemayoran Menjadi Salah Satu Kl

Lompat Ke:
Persija Jakarta jadi klub ibukota Indonesia tentu mendapat sejarah panjang maka perjalanan tersebut membuat mereka menjelma menjadi melenceng satu tim tergemuk maka tertua antara Indonesia bahwa bermain antara kompetisi terkeras tanah air.
Sejarah
Awal Berdiri
Persija Jakarta berdiri pada 1928, merupakan menyimpang satu klub tertua dempet Indonesia demi sejarah panjang maka sederet prestasi. Soeri maka Alie mendirikan klub ini pada 28 November demi nama Voetballbond Indonesia Jacatra (VIJ). Nama tercantum sudah jelas berasal mengenai Bahasa Belanda, karena pengaruh zaman kolonialisme pada saat itu.
Seiring berjalannya waktu, nama tercantum berubah menjabat Persija ala tahun 1950, lagi menempatkan diri mereka bagai klub akan berbasis di Jakarta Pusat. Jusuf Jahja menjabat ketua dari Persija akan ala era 1950-an dihuni pemain laksana Tan Liong Houw, Chris Ong, Thio Him Tjiang, Van der Vin hingga Van der Berg.
Pada 1930, tepatnya 19 April, Persija menjadi salah satu pencetus Persatuan Sepakbola Indonesia (PSSI) bahwa merupakan induk federasi sepakbola Indonesia. Persija sudah ambil bagian paling dalam kompetisi dari zaman sebelum kemerdekaan demi nama masih VIJ, dan menikmati empat gelar juara pada era tercatat.
Era Perserikatan
Memasuki era Perserikatan, Persija masih menjadi klub yang disegani dan mampu mengangkat lima trofi. Pada era inilah nama Persija sudah eksis dan menjadi jawara Indonesia pada 1964, 1973, 1975, serta 1979. Gelar juara 1975 cukup unik karena Persija menjadi juara bersama PSMS Medan.
Partai final adapun digelar di Senayan, kini dikenal bagai Gelora Bung Karno, berlangsung tegang. Kedua klub merupakan rival cukup zaman tersebut selanjutnya laga final jelas merupakan wadah adapun elite untuk mereka memberi bukti bagai adapun teracap membantu.
Adam Malik nan kala itu adalah Menteri Luar Negeri Republik Indonesia hadir langsung akan jadi saksi partai tercantum. PSMS nan dihuni Parlin Siagian, Nobon sampai-sampai Mariadi mampu mendikte permainan Persija nan akhirnya tertinggal 1-0.
Status sebagai tuan rumah karena bermain dekat Jakarta melangsungkan Persija tak kenal menyerah, hingga kerja sepadan Sofyan Hadi memakai Iswadi Idris membuahkan gol penyama kedubengukn. Sayangnya, laga malah menjurus kencang hingga ada kartu merah untuk Iswaidi selepas melanggar Nobon. Pertandingan sudah sulit dinikmati memakai nilai sportif, akhirnya wasit menghentikan pertandingan.
PSSI harus berkompromi selanjutnya berunding bagi mengatasi situasi kala itu, karena tidak mungkin melanjutkan pertandingan. Bardosono, ketua umum PSSI kala itu, mengambil jalan tengah beserta menyudahi pertandingan selanjutnya memberikan gelar juara kepada kedua kesebelasan.
Era Profesional
Pada era profesional, Persija mengalami masa naik-turun karena berbagai kesulitan utamanya finansial. Mamenyimpang ekonomi mengerti menyerang Persija ketika sepakbola tak bisa lagi mendapat suntikan uang dari APBD (anggaran pendapatan maka belanja daerah). Makanya, jika menengok masa dahulu di era aktual sepakbola Indonesia, beberapa kali Persija mengalami telat gajian.
Gelar kompetisi terpenting yang didapatkan Persija atas zaman mutakhir adalah 2001. Kala itu Macan Kemayoran dihuni skuad solid dengan Mbeng Jean sebagai penjaga gawang, yang dilindungi lim pemain belakang yang beranggotakan Nuralim, Joko Kuspito, Antonio Claudio, Anang Maruf dan Budiman. Sofyan Hadi, eks pemain, jadi pelatih Persija. Mereka menggapai partai final dan menghadapi PSM Makassar.
Agus Supriyanto, Luciano Leandro, lagi Imran Nahumarury berprofesi trio lini tengah. Sedangkan duet lini depan terdapat Gendut Doni lagi Bambang Pamungkas. Widodo Cahyono Putro kala itu pun berprofesi andalan Persija dempet lini depan. Pada partai final Widodo menganut menggantikan Gendut Doni. Laga akhir jadi milik Persija sesudah brace Bambang lagi gol pemmenyiah Imran, cuma dapat dibalas dua gol cetakan Kurniawan Dwi Yulianto serta Miro Baldo Bento. Skor akhir, 3-2.
Gelar juara akhirnya kembali dirasakan dalam era Liga 1 edisi kedua (2018) dalam bawah arahan pelatih Stefano Cugurra ‘Teco’. Banyak tuduhan tidak terbukti dalam musim tersebut, karena nyaperdebatan Persija memang tampil solid dalam bawah Teco yang menikmati musim keduanya melatih tim ibu kota. Penentuan gelar juara terjadi dalam laga pekan pamungkas kontra Mitra Kukar dalam GBK. Skor 2-1 memastikan titel Persija, sekaligus mengirim Mitra ke kompetisi kasta kedua.
Logo & Warna Jersey
Logo Persija tak lain tak bukan mendalam dari lambang DKI Jakarta secara garis hebat, dalam mana ada logo Monas yang merupakan simbol kehebatan dari Jakarta. Sentuhan warna kuning dan hijau dimaksudkan dengan beras dan kapas, yang maknanya adalah kemakmuran. Tak luput tulisan ‘Jaya Raya’, yang melambangkan kebangkitan dan kemenangan.
Warna Persija sendiri pernah mengalami perubahan. Lahir dan dikenal bersama warna merah, Persija tahu berganti menjabat oranye bahwa ditenggarai keputusan politis lantaran Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta menyukai warna bahwa juga jadi keadian timnas Belanda tercatat dan lekat bersama sejarah Jakarta sebagai kota. Pada 2015, pengurus internal Persija sepakat untuk kembali ke jati pribadi mereka, yaitu warna merah. Jargon ‘Back to Basic’ pun tahu diusung mengawali kembalinya Persija ke warna asal mereka, bahwa dipakai santak sekarang.
Stadion
Dari mulai Stadion Petojo, santak Gelora Bung Karno, pernah berprofesi saksi perjuangan lagi tumbuhnya Persija. Mereka bermulai menggunakan Stadion Petojo bagai markas, lagi bernaung hadapan sana 20 tahun lebih ketika masih bernama VIJ. Persija lagi pernah menggunakan IKAD, Menteng, santak Lebak Bulus. Perubahan stadion ini didorong perubahan tata kota yang terus bergeser karena Jakarta merupakan Kota Metropolitan.
Stadion GBK akhirnya menjabat rumah agung Persija maka sekarang, bahwa sedang menunggu Stadion BMW di Jakarta Utara rampung. Persija terus kerap menjabat klub musafir karena situasi. Dari mulai Stadion Patriot Candrabhaga di Bekasi, Wibawa Mukti, Manahan di Solo, maka Sultan Agung (Bantul) pernah menjabat rumah singgah Macan Kemayoran.
Suporter
Persija tak berarti apa-apa tanpa kehadiran Jakmania. Basis suporter dari Persija itu berprofesi menyimpang satu yang paling eksis hadapan Indonesia, dan keberadaannya tersebar hadapan berbagai pelosok Indonesia karena nama gendut Persija itu sendiri. Jakmania lekat atas warna oranye dan merupakan produk gagasan dari Diza Rasyid Ali (manajer Persija ala 1997).
Awalnya, basis suporter yang bernama Jakarta Mania ini sampai-sampai menjabat Jakmania, namun beranggotakan ratusan orang. Namun seiring waktu Jakmania tumbuh gemuk, menjabat organsiasi yang serius berikut terorganisir, sampai-sampai melaksanakan pemilihan ketua universal secara rutin, tiga tahun sekali.